Sedang
kangen pengen makan bubur sumsum mutiara. Di tempat saya sekarang, susah sekali
mencari bubur sumsum. Ada sih, tapi jauh. Jadi nggak bisa kalau pengen sekarang
terus langsung beli sekarang.
Ya bisa juga sih, tapi kan kayaknya sayang saja
gitu pergi jauh-jauh Cuma buat beli bubur sumsum saja. Biasanya saya kalau
sedang ada keperluan lain, baru deh mampir beli bubur sumsum.
Pikir
punya pikir, kenapa nggak bikin saja? Toh bahannya mudah. Cuma tepung beras dan
sagu mutiara. Di warung depan rumah juga pasti ada. Sebelumnya belum pernah
bikin sih, ini yang pertama kalinya. Tapi pe-de saja hehe....
Sebenarnya
setiap kali melihat bubur sumsum mutiara hati dan ingatan saya selalu melayang
ke sebuah kejadian di masa silam. Kejadian biasa saja sih sebenarnya tapi bagi
saya itu membentuk sebuah chemistry tersendiri
antara saya dan bubur sumsum mutiara hihihi.....
Kejadiannya
sekitar 5 tahun yang lalu. Ketika itu si Kakak yang masih berumur 5 tahun
terserang diare. Dan selama sakit itu, Kakak berulang kali mengatakan ingin
bubur sumsum. Saya janjikan jika Kakak sembuh, kami akan membeli bubur sumsum
yang biasa mangkal di pasar kaget depan kompleks (kami masih tinggal di Bekasi
waktu itu). Sebenarnya cukup mengherankan karena Kakak belum pernah makan bubur
sumsum sebelumnya dan belum pernah pula meminta. Jadi aneh saja rasanya kalau
tiba-tiba si Kakak ingin makan bubur sumsum.
Tunggu
punya tunggu, diare Kakak nggak sembuh-sembuh, tubuhnya sampai lemas tak
bertenaga. Ketika dibawa ke klinik, dokter bilang Kakak sudah mengalami
dehidrasi dan harus dirawat di RS.
Karena
hari sudah sore dan dokter merujuk ke RS yang sedikit jauh dari rumah, maka
suami memutuskan untuk pulang dulu mengambil baju ganti baru setelah itu
berangkat ke RS. Yang paling membuat drama saat itu adalah... HUJAN
sodara-sodara... huuhuu.... bayangkan saja kami bertiga naik motor (eh,
berempat ding, sama si dedek yang masih di dalam perut), Kakak sedang sakit dan
lemes... dan kehujanan....
Sampai
di rumah gak buang-buang waktu lagi. Langsung packing dan sempat ragu-ragu mau
berangkat sekarang atau menunggu hujan reda? Tapi hujan gerimis-gerimis gitu
kan justru biasanya awet ya? Jadi kami putuskan langsung berangkat saja. Takut
Kakak semakin dehidrasi.
Saat
saya membungkus tubuhnya dengan mantel, Kakak kembali mengatakan ingin bubur
sumsum. Ih, beneran pengen nangis rasanya. Kasihan gitu lho sama Kakak, udah
sakit, lemes, kehujanan, pengen bubur sumsum pula. Hihihi... melow banget
ya....
Lewat
pasar kaget, suasana sepi karena hujan. Banyak penjual yang libur jualan. Tak
disangka-sangka, ada satu gerobak bubur sumsum yang setia bertahan. Huuhuu..
terharu deh. Langsung beli buat Kakak, dan Kakak milihnya bubur sumsum mutiara.
Sampai
di rumah sakit drama lagi karena Kakak menolak diinfus. Jeritannya sampai membuat
si dedek menendang begitu kuat dari dalam perut. Bilang saya lebay, tapi bener
lho, saya merasa mereka berdua tuh kayak sudah punya ikatan batin gitu semenjak
si dedek masih di dalam perut, hehe....
Singkat
cerita, Kakak sudah berhasil diinfus. Sudah mendapat kamar. Suasana sudah mulai
kondusif. Dan bagaimana dengan bubur sumsumnya? Cuma dimakan dua sendok saja.
Dan katanya nggak doyan. Yah mungkin karena masih sakit jadi lidahnya nggak
enak gitu kali ya.
Ya
udah deh, jadinya saya yang makan bubur sumsum mutiaranya.
Oke,
cukup ceritanya dan sekarang kembali ke bubur sumsum mutiara yang sedang saya
buat. Bubur sumsumnya sih sesuai dengan harapan. Tapi kok bubur mutiaranya
hancur ya? Tidak berbutir-butir indah bak mutiara seperti yang dijual-jual itu.
Tapi hanya penampakannya saja sih yang kacau, kalau rasanya pas, sesuai selera
dan keinginan saya. Teman-teman, adakah yang bisa memberikan masukan, supaya
bubur mutiara bisa berbentuk bulat-bulat cantik layaknya mutiara? Tidak hancur
seperti bubur mutiara saya?
ih kesukaan suamiku ini mah, dulu rajin bikin ini lagi anak-anak amsih kecil sekarang sdh malas
BalasHapuskenapa malas? kan bikinnya gampang gak pake ribet :)
HapusAku selalu gagal bikin bubur sunsu, terlalu kental tapi belum matang sempurna.
BalasHapusowh? apa mungkin tepungnya kebanyakan ya mak? biasanya saya kalau untuk 100gr tepung beras pakai santannya 650 ml. kadang malah suka lebih2 dikit santannya. jadi lembut mak.
BalasHapus